Senin, 13 Mei 2013


TUGAS MAKALAH
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1
RENCANA TINDAKAN UNTUK MENGATASI MASALAH KEPERAWATAN INKONTINENSIA STRES






Oleh:
*      Abror Thoriqi                          (P27820112094)
*      Annisaus Suroyah                    (P27820112098)
*      Arizal Prakoso                          (P27820112104)
*      Diah Permatasari                     (P27820112095)
*      Edo Andrianta                         (P27820112017)



Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Prodi DIII Keperawatan Kampus Soetomo
Surabaya



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.
Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.
Tujuan penyajian makalah ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai inkontinensia urine, jenis-jenis lebih khususnya inkontinensia stres. Pemahaman yang lebih baik akan membantu usaha mengatasi inkontinensia stres.

1.2         Rumusan Masalah
Apa yang dimaksut dengan inkontinensia urine ?
Apa saja jenis – jenis inkontinensia ?
Apa yang dimaksut dengan inkontinensia stres?
Bagaimana rencana asuan keperawatan pada pasien / klien inkontinensia stres?

1.3         Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan pasien dengan inkontnensia urin.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.      Untuk memahami pengertian dari inkontinesia urine.
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis dari inkontinensia urin.
3.      Untuk mengetahui pengertian inkontinensia stres.
4.      Untuk mengetahui bagaimana inkontinensia urin.

1.4         Manfaat
1.4.1        Bagi Pembaca
Agar pembaca dapat menambah pengetahuan tentang inkontinensia urin khususnya inkontinensia stres.
1.4.2        Bagi Penulis
Mampu memahami tentang bagaimana rencana asuhan keperawatan pada pasien inkontinensia stres.























BAB 2
PEMBAHASAN

2.1     Definisi
Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan social, gangguan kesehatan dan atau social higine dan ekonomi. Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses) (brunner, 2011). Inkontinensia didefinisikan sebagai berkemih ( defekasi ) di luar kesadaran, pada waktu dan tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau social ( Watson, 1991 ).

2.2     Jenis-jenis
A.      Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)
Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup. Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk. Merupakan keadaan sesorang yang mengalami kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu juga di dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah urine. Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan; kadang terjadi sesudah melahirkan. Akibatnya penderita harus sering menganti pakaian dalam dan bila perlu juga pembalut wanita. Frekuensi berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang diperlukan setiap hari, merupakan ukuran kegawatan keluhan inkontinensia ini.
Biasanya dalam pemeriksaan badan tidak dijumpai kelainan pada ginjal dan kandung kemih. Pada pemeriksaan vulva ternyata bahwa sewaktu mengejan dapat dilihat dinding depan vagina. Informasi yang penting bisa diperoleh dengan percobaan Marshall-Marchetti. Penderita diminta untuk berkemih di WC sampai habis. Dalam posisi ginekologis dimasukan kateter ke dalam kandung kemih. Ditentukan jumlah urine yang tersisa. Kemudian diikuti oleh pengisian kandung kemih dengan air sampai penderita merasa ingin berkemih. Dengan demikian ditentukan kapasitas kandung kemih. Normalnya seharusnya 400-450 ml. Kemudian dicoba menirukan stres yang mengakibatkan pengeluaran urine dengan meminta penderita batuk. Jika pada posisi berbaring tidak terjadi pengeluaran urine, maka percobaan diulang pada posisi berdiri dengan tungkai dijauhkan satu sama lain.
Pada inkontinensia stres sejati, harus terjadi pengeluaran urine pada saat ini. Kemudian dicoba dengan korentang atau dengan dua jari menekan dinding depan vagina kanan dan kiri sedemikian rupa ke arah kranial sehingga sisto-uretrokel hilang. Penderita diminta batuk lagi. Bila sekarang pengeluaran urine terhenti maka ini menunjukkan penderita akan dapat disembuhkan dengan operasi kelainan yang dideritanya.

Diagnosis dengan pengobatan inkontinensia pada wanita merupakan masalah interdisipliner antara urologi dan ginekologi. Di sini pengambilan keputusan yang tepat setidak-tidaknya sama penting seperti mutu pengobatan. Sering terdapat kelainan ginekologis yang juga harus diobati. Kebanyakan diagnostik yang tepat ditegakkan dari kerjasama yang baik antara urolog dan ginekolog. Pada inkontinensia stres yang ringan, misalnya yang menghabiskan 3-4 pembalut sehari, penderita bisa memperoleh perbaikan dengan fisioterapi dan senam untuk otot-otot dasar panggul. Pada prinsipnya pengobatan inkontinensia stres bersifat operatif. Dikenal berbagai teknik bedah yang semuanya dapat memberikan perbaikan 80-90 kasus. Semua bentuk operasi ini berlandaskan pada prinsip yang sama yaitu menarik dinding vagina ke arah ventral untuk menghilangkan sistokel dan mengembalikan sudut vesiko-uretral menjadi 1200 seperti semula. Ini dapat terlaksana dengan menjahitkan dinding vagina pada periosteum tulang pubis (teknik Marshall-Marchetti); dengan mengikatkan dinding vagina lebih lateral pada lig. Pouparti (teknik Burch) atau dengan bedah ‘sling’, menarik uretra ke atas memakai selembar fasia atau bahan yang tidak dapat diresorpsi serta diikatkan pada fasia abdominalis.Biasanya keluhan stres dan desakan bercampur aduk. Dalam keadaan seperti ini, sangat penting diagnostik yang cermat yang juga meliputi sistometri dan pengukuran aliran. Apabila inkontinensia desakan dengan atau tanpa pembentukan sisa urine diobati dengan salah satu bedah plastik suspensi di atas, maka pola keluhan semula dapat lebih mengikat.
Komplikasi terapi bedah inkontinensia stres terutama terdiri dari pembentukan sisa urine segera dalam fase pascabedah. Biasanya masalah ini bersifat sementara dan dapat diatasi dengan kateterisasi intermiten, dengan karakter yang ditinggalkan atau lebih baik dengan drainase kandung kemih suprapubik. Hal ini memungkinkan pencarian pembentukan sisa urine tanpa kateterisasi. Komplikasi lain biasanya berasal dari indikasi yang salah. Perforasi kandung kemih dengan kebocoran urine, infeksi saluran kemih yang berkepanjangan dan osteitis pubis pada operasi Marshall-Marchetti-Krantz merupakan komplikasi yang jarang terjadi.
B.       Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence)
Inkontinensia desakan adalah keluarnya urine secara involunter dihubungkandengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi). Merupakan keadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih. Biasanya terjadi akibat kandung kemih tak stabil. Sewaktu pengisian, otot detusor berkontraksi tanpa sadar secara spontan maupun karena dirangsang (misalnya batuk). Kandung kemih dengan keadaan semacam ini disebut kandung kemih tak stabil. Biasanya kontraksinya disertai dengan rasa ingin miksi. Gejala gangguan ini yaitu urgensi, frekuensi, nokturia dan nokturnal enuresis.
C.      inkontinensia total
            Pengertian Ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan. Merupakan keadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.Faktor Penyebab : Penurunan Kapasitas kandung kemih,Penurunan isyarat kandung kemih,Efek pembedahan spinkter kandung kemih,Penurunan tonus kandung kemih,Kelemahan otot dasar panggul,Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
D. inkontinensia fungsional
Inkontinensia urin fungsional adalah kebocoran urin karena kesulitan mencapai toilet secara tepat waktu karena kondisi fisik seperti artritis. Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
E. inkontinensia reflaks
Merupakan keadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
2.3         Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya. Inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.

2.4         Patofisiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

2.5         Manifestasi Klinis
1.        Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.
2.        Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
3.        Enuresis nokturnal: 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya kandung kemih yang tidak stabil.
4.        Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara lemah, menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes terus-menerus), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.

2.6         Penatalaksanaan
Latihan otot-otot dasar panggul Latihan penyesuaian berkemih Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih
1.        Inkontinensia urgensi
a.         Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaiany
b.          Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen
c.         Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain keadaan patologik yang menyebabkan iritasi pada saluran kemih bagian bawah.
d.         Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin secara menetap.
e.         Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan
2.         Inkontensia overflow
a.         Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin secara menetap
b.         Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan
3.         Inkontinensia tipe fungsional
a.         Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan berkemih
b.         Pekaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya
c.         Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih
d.        Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang merelaksasi kandung kemih















BAB 3
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1.        Dx : Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Tujuan : berkurangnya frekuensi kemih
Kriteria Hasil:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
b. Tentukan pola berkemih pasien
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
d. Kaji keluhan kandung kemih penuh
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam
g. Kolaborasi:
1.      Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
2.      Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.



2. Dx : perubahan pola eliminasi urin yang berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
Tujuan :
  1. Klien akan bisa melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkonteninsi
  2. Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional penatalaksanaan.
Kriteria hasil    :
1.                                                                                                         Pasien dapat menahan miksi sampai toilet
2.        Pasien menerangkan telah mampu melakukan miksi pada lingkungan toilet tersebut
3.        Pasien menerangkan bahwa pencahayaan sudah baik
4.        Pasien mengatakna telah nyaman dengan tepat tidurnya

Intervensi :
  1. Kaji kebiasaan pola berkemih dan dan gunakan catatan berkemih sehari,
  2. Pertahankan catatan harian untuk mengkaji efektifitas program yang direncanakan.
  3. Obserpasi meatus perkemihan untuk memeriksa kebocoran saat kandung kemih
  4. Intruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran, ulangi dengan posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada kebocoranyang lebih dulu.
  5. Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan 2000 ml, kecuali harus dibatasi.
  6. Ajarkan klien untuk mengidentifikasi otot dinding pelvis dan kekuatannya dengan latihan
  7. Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan kemungkinan perubahan obat, dosis / jadwal pemberian obat untuk menurunkan frekuensi inkonteninsia.






  1. Dx: Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot.

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pola eliminasi urin terpenuhi
Kriteria hasil :
Mampu menciptakan pola eliminasi urine yang adekuat/sesuai
Intervensi :
Mandiri
  1. Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang
  2. Buat program latihan kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya.
  3. Anjurkan untuk minum adekuat selama siang hari (paling sedikit 2 liter sesuai toleransi). Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur.
  4. Pantau penampilan atau warna urine.

















BAB 4
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan social, gangguan kesehatan dan atau social higine dan ekonomi.
Jenis – jenis inkontinensia urine :
  1. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)
Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup. Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk. Merupakan keadaan sesorang yang mengalami kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
  1. Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence)
  2. Inkontinensia fungsional
  3. Inkontinensia total
  4. Inkontinensia reflek








DAFTAR PUSTAKA
http://learntogether-aries.blogspot.com/2011/09/blog-post.htmlhttp://nisiskalam.wordpress.com/2012/06/15/laporan-hasil-diskusi-studi-kasus-pasien-dengan-inkontinensia-urin-beser/
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Jakarta, EGC. 2006
http;/medicastore.com/penyakit/602/inkontinensia_Uri.html
http:/www.majalah-farmacia.com/rubric/one_finenews.asp?IDNews=40
Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.
NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA International.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Diagnosa Keperawatan aplikasi pada praktik klinis. Jakarta : EGC. hh 1002-1004
Aziz ,Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia aplikasi konsep dan proses keperawatan.jakarta: salemba Medika. hh 86-94

                                                                                


Tidak ada komentar:

Posting Komentar